Rabu, 06 Juni 2012

Bercerita Yuk..

4 dari 7 novel tere liye yang sudah saya baca, diperankan oleh tokoh utama yang pandai dan suka bercerita, seolah-olah mengajak para pembaca novelnya untuk tidak melupakan proses "bercerita" kepada anak-anak kita. Novel “Ayahku Bukan Pembohong”, “Sunset Bersama Rosie, “Moga Bunda Disayang Allah” dan “Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin”. Keempat novel ini menggambarkan bagaimana seorang Ayah Dam, Paman Tegar, Kak Karang, dan Om Danar yang mendidik anak/adik asuh mereka dengan berbagai cerita. Baik berupa cerita khayalan maupun yang sungguh-sungguh pernah terjadi di kehidupan pencerita. Kepribadian tangguh, tegar, pantang menyerah, dan rendah hati terbentuk secara perlahan tapi pasti sebagai akibat dari cerita-cerita. 

Ayah Dam berhasil menginspirasi Dam menjadi seorang Arsitek handal, yang memiliki keahlian di bidang lain. Istri Dam pun ikut-ikutan terinspirasi membuat kebun gantung dari sulu-sulur bambu. Ibu Dam seorang “artis tercantik” di zamannya, berhasil bangkit dari keterpurukan yang menderanya akibat sebuah penyakit dan dikucilkan oleh sesama artis. Ia akhirnya berhasil melawan penyakitnya tanpa pengobatan selama 20 tahun, padahal sudah divonis hanya bisa bertahan selama … tahun. Ini akibat dari sebuah cerita

Om, Paman, Uncle Tegar.. Panggilan khas dari masing-masing anak sahabatnya Rosie dan Nathan. Keluarga tersebut mengalami sebuah musibah (Bom Bali) yang menghancur leburkan kebahagiaan, senyum dan tawa. Tegar tampil sebagai seorang sosok pengganti Ayah yang meninggal, sosok pengganti ibu yang terkena depresi akut di depan keempat buah hati Rosie dan Nathan. Ia dengan sabar sedikit demi sedikit bisa memahamkan arti sebuah kematian, kehilangan, dan kepergian seseorang kepada anak-anak yang terbilang masih sangat muda untuk mengerti. Begitupun juga yang dilakukan oleh Kak Karang dan Om Danar.

Secara tidak langsung, mereka mengajarkan berbagai hal kepada anak/adik asuh mereka melalui cerita. Cerita yang terkadang konyol, sederhana, mengharukan tapi begitu inspiratif, dan memberi berbagai pemahaman yang tak ternilai harganya yang dapat menggerakkan seseorang dan dapat membentuk perilaku.
Seorang psikolog pencerita, George W. Burns, mengatakan cerita berdampak pada kehidupan karena:
1.      Menyampaikan suatu informasi secara efektif
2.      Mengedukasi dengan menyediakan pengkait (anchor) bagi pelajaran
3.      Mengajarkan nilai-nilai dengan memberi petunjuk perilaku yang disarankan dan dilarang
4.      Menyediakan arahan kedisiplininan dengan menyadarkan konsekuensi dari sebuah perilaku
5.      Menyediakan sebuah pengalaman untuk dijalani (tanpa harus dijalani secara nyata)
6.      Memfasilitasi penyelesaian persoalan
7.      Memfasilitasi perubahan secara efektif dan sehat (www.bukik.com)

Banyak sekali manfaat yang diperoleh dari proses bercerita, itulah yang dulu dilakukan oleh Kakek ketika kami cucu-cucunya pulang berlibur ke kampung. Tapi itu dulu,  bagaimana dengan sekarang ?? Sangat miris rasanya, anak-anak sekarang lebih banyak ditemani oleh tontonan TV, game, HP, dan barang-barang elektronik lainnya dibandingkan orang tuanya. Apalagi sekarang, berbagai macam social network berseliweran dimana-mana sampai-sampai anak-anak yang baru berumur SD (Sekolah Dasar) sudah tahu. Padahal jika kita sadar, begitu banyak dampak buruk yang bisa menimpa anak-anak kita akibat kelalaian dan ketidak pedulian kita sebagai orang dewasa. Kelak.. tak ingin kumeninggalkan mereka.. kuingin menemani hari-hari anak-anakku dengan cerita-cerita, kuingin mengiringi tidurnya dengan berbagai dongeng menarik, kuingin mendidiknya dengan kisah-kisah petualangan, berharap bisa menjadi sosok pendidik seperti “Ayah Dam, Paman Tegar, Kak Karang, dan Om Danar” (walau hanya tokoh-tokoh fiksi ciptaan TERE LIYE). Kuingin Ya Allah (Amiin.. Amiin.. Amiin Ya Allah).

Sumber Gambar : Film "DESPICABLE ME"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar